Search This Blog

Saturday, January 14, 2017

Pulang (Luk. 15:11-32)


Suatu hari terdengar suara teriakan minta ampun dari seorang anak laki-laki kecil. Apa yg terjadi? Owh...!! Ternyata dia sedang dipukuli oleh ayahnya sendiri. Karena didapati merokok. "papa sudah bilang, jangan merokok." Namun ironis, sambil ayahnya berkata demikian, di mulutnya ada sebatang rokok. Kisah di atas hanyalah imajinasi saya, namun banyak kali menjadi kenyataan.

Orang tua kita di dunia kadangkala menyuruh kita melakukan apa yang mereka tidak lakukan dan melarang kita melakukan apa yang sedang mereka lakukan.

Namun kebaikan Bapa kita di sorga tak dapat disangsikan. Ia bukan saja baik karena Dia mengaku baik, Dia membuktikan kebaikannya dalam tindakan nyata.

Dalam bagian ini, Tuhan Yesus bercerita tentang seorang bapa yang sangat baik dengan kedua anaknya.

Amoral

Jika kita memperhatikan teks bacaan ini, ada hal yang menjadi pertanyaan dalam kisah ini, yaitu apabila bapa ini sangat baik, mengapa anak bungsu itu ingin keluar dari rumahnya? kemungkinan besar jawabannya ialah, karena si bungsu tidak tahan dengan berbagai macam ketentuan yang diterapkan sang ayah dalam rumahnya, hal ini terlihat dari ungkapan sang kakak pada ayah mereka di bagian akhir kisah ini. Si bungsu ingin merdeka dari segala macam aturan yang ditetapkan dalam rumah bapaknya. Ia ingin merdeka. Ia berpikir, bahwa satu-satunya yang ia butuhkan adalah harta benda.

Sungguh mengherankan, ketika si bungsu meminta hal yang melanggar norma etika dalam masyarakat mereka, sang bapakpun mengabulkannya. Anaknya mengambil hartanya meskipun belum waktunya. Anak ini jelas tidak menghormati ayahnya. Dengan meminta warisan sebelum waktunya, ia seolah menyuruh ayahnya mati saja. Demikian menurut adat istiadat yang berlaku kala itu.

Ia memanfaatkan kebebasan yg diberikan ayahnya. Setelah memperoleh "bagiannya" ia pergi ke negeri yang jauh. Berharap ia berada sejauh mungkin dari bapanya. 

Namun hal yang tidak pernah diduganya terjadi, ia bangkrut. Bukanlah kemerdekaan yang diperolehnya, sebaliknya perbudakan. Karena kekosongan jiwanya iapun menjadi budak di negeri yang jauh. 

Teringatlah betapa nikmatnya berada di rumah bapa. Di sana ia selalu dipuaskan dengan makan yang enak dan berlimpah. Tak seorangpun yang kelaparan di sana. Hatinya hancur mengingat akan kejahatannya terhadap bapanya terlebih terhadap Allah. Ia ingin pulang, berharap diterima sebagai pekerja.

Ketika ia pulang, sang bapa telah melihatnya dari kejauhan, seolah-olah matanya selalu menatap ke arah menghilangnya si bungsu, kesayangannya.

Iapun turun dr rumahnya, berlari, dan memeluk anaknya. Memberikan jubah ketika anak ini berharap hanya mendapat tempat berteduh. Berpesta  ketika anaknya berharap hanya pulang sebagai orang upahan.

Ayahnya ingin bergembira dgn orang seisi rumahnya. 

Saudaraku, Allah selalu menantikan orang-orang yang mau kembali kepada-Nya. Dia sangat bergembira ketika satu jiwa bertobat.

Moralisme

Namun ternyata, tak semua orang bersukacita karena peristiwa ini. Ada anak sulung yang terbakar amarah. Ia sama sekali tidak bergembira. Ketika ia tahu bahwa adiknya yg telah pergi itu kembali, maka marahlah ia.

Ternyata yang terjadi ialah, ia sombong, iri, dengki, dan mulai membangkit-bangkit. Ketaatannya selama ini bukanlah berdasarkan kasihnya kepada sang ayah, namun lebih berpusat pada dirinya sendiri. 

Siapa yang menduga, iapun terhilang meski berada di dalam rumahnya.

Ini menunjuk kapada orang Farisi, pada waktu itu. Mereka merasa paling benar, mereka iri, karena Tuhan Yesus menerima orang-orang berdosa [Bukan kompromi dgn dosa.]

Dalam sejarah gereja dapat kita temukan bahwa, gerejapun pernah jatuh dalam hal yang sama dengan para Farisi itu. Itulah sebabnya muncul gerakan Reformasi gereja (1483-1546). Inilah yang terjadi ketika itu:

1. Banyaknya penyimpangan keagamaan diantaranya yaitu:· Dilakukannya penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaaan yang tinggi.· Paus sebagai bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut hubungannyadengan wanita seperti Alexander VI yang memiliki 8 anak haram dari hasil hubungannya dengan wanita simpanannya.· Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgencies).

· Adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaaanterhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akan menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.

2. Korupsi atas nama negara

3. Pajak-pajak yang memberatkan karena ambisi kekuasaan kaum bangsawanlokal

4. Kebangkitan nasionalisme di Eropa

5. Perkembangan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi dikawasan imperium Roma."

Itulah sebabnya Marthin Luther berkata, "Religion is the default mode of the human heart.” 

Oleh sebab itu meskipun Alkitab berkata anugerah, seringkali diterjemahkan hukum oleh manusia.

Gereja masa kini juga sering terjebak dengan legalisme dan moralisme yang demikian.

Mungkin Anda berkata, saya tdk pernah berdosa sperti org lain? Sy taat kepada orang tua, rajin bribdh, aktif dalam pelayanan. Pertanyaannya ialah, untuk siapakah saudara melakukan semua itu? Apakah karena kasihmu kepada Bapa ataukah karena kepentingan pribadi? Jika masih demi puji-pujian orang, popularitas, kedudukan, dan hal-hal yg serupa itu, maka sesungguhnya itu nihil nilainya di mata Allah.

Mungkin saudara mengidentifikasi diri sbgai anak bungsu. Pulanglah! 

Ataupun mengidentifikasi diri sebagai  anak sulung. Pulanglah!

Bapa kita di sorga sedang menunggumu pulang.

Amin.

1 comment: