Search This Blog

Saturday, January 14, 2017

Bertumbuh Maksimal (Kis. 4:32-37)


Suatu ketika seorang ibu berpesan kepada anaknya, "nak, apabila kamu sudah dewasa, jangan pernah mau jadi orang Kristen." wow!? Mungkin kita terkejut dengan pesan ini. 

Kisah ini terjadi pada tahun 1965, dengan latar belakang peristiwa bersejarah G30S PKI. Kala itu, seorang ibu dengan 3 orang anaknya sedang menanti sang ayah yg sedang mencari sesuap nasi utk keluarga kecilnya. 

Malam itu, bukannya sang ayah yang mengetuk pintu rumah mereka, melainkan seorang pembawa pesan. Dan ternyata kabar yang dibawanya telah menghancurkan hati seisi rumah, bahwa ayah mereka telah ditangkap, bahkan dieksekusi karena namanya tercantum dalam daftar anggota partai terlarang. Menurut pembawa pesan itu, sebentar lagi merekapun akan dijemput. Sungguh mengejutkan.

Sang ibupun dengan sigap, meski hatinya hancur, menyiapkan apa yg dapat dibawa sebagai bekal mereka dalam pelarian.

Merekapun bergegas. Meski malam itu hujan turun cukup deras, mereka tak punya pilihan. "kita harus pergi" kata sang ibu kepada anak-anaknya.

Dari kejauhan, sang ibu melihat sebuah rumah yang diterangi lampu pijar. Cukup terang dibandingkan dengan kegelapan di sekitarnya. Mereka menghampiri rumah itu, "itu rumah orang Kristen" kata sang ibu, ia sangat berharap mendapat pertolongan dari penghuni rumah.

Merekapun mulai mengetuk, tapi tak ada yang membukakan pintu, semakin lama semakin keras, hasilnya tetap nihil. Bukannya pintu terbuka bagi mereka, malah cahaya lampu di dalam rumah tiba-tiba dipadamkan oleh pemilik rumah. 

Hati sang ibu yang telah hancur, malam itu berubah, menjadi kebencian yang mendalam. Hatinya pahit terhadap pemilik rumah dan terhadap semua orang Kristen, terlebih terhadap kekristenan itu sendiri.

Iapun berkata kepada ketiga anaknya, "nak, apabila kamu sudah dewasa, jangan pernah mau jadi orang Kristen." 

Sungguh ironis. Meskipun salah seorang anaknya akhirnya menerima Tuhan dan menjadi pelayan-Nya, sang ibu yang tersakiti itu memutuskan untuk tidak akan pernah menjadi Kristen seumur hidupnya, dan benarlah bahwa hingga hari matinya, ia tidak pernah mau menerima Yesus sebagai Juruselamatnya.

Bagaimana perasaan saudara ketika mendengar kisah ini? Jengkel? Menyesal? Atau Mungkin berkata, "Kalau aku ada di sana pada malam itu, pintu rumah itu akan kudobrak hingga hancur."

Namun bukankah kita juga banyak kali menjadi penghalang bagi orang yg mau datang kepada Kristus? Baik dengan perkataan maupun perbuatan kita. Padahal kita sangat rindu melihat jiwa-jiwa diselamatkan. Kita ingin melihat pertumbuhan gereja terjadi secara dinamis.

Jadi kita harus bagaimana? 

Belajar dari sejarah pertumbuhan gereja mula-mula, inilah yang perlu dilakukan:

Pertama, Bersatu.

Dalam teks tersebut dikatakan mereka "sehati sejiwa."

Bagaimana latar belakang kumpulan org percaya itu? 

"Terdapat banyak orang yang percaya, bahkan di Yerusalem, tempat pengaruh jahat para imam kepala terasa paling kuat. Dalam sehari saja terdapat tiga ribu jiwa yang bertobat, dan pada hari lain lima ribu orang, dan selain itu, tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka."

"Walaupun jumlah mereka banyak, sangat banyak, dari berbagai usia, tabiat, dan kedudukan dalam dunia, mereka yang sebelum percaya boleh jadi sama sekali tidak saling kenal, saat berjumpa di dalam Kristus, mereka langsung akrab seakan-akan sudah saling mengenal selama bertahun-tahun. Sebelum bertobat, mereka mungkin berasal dari berbagai golongan di antara orang Yahudi, atau berselisih paham tentang kepentingan warga negara. Namun, sekarang semua hal itu telah dilupakan serta diabaikan. Mereka bersepakat di dalam iman kepada Kristus dan karena menggabungkan diri kepada TUHAN, mereka juga saling menggabungkan diri dalam kasih yang kudus. Inilah buah berkat yang dihasilkan dari perintah Kristus menjelang kematian-Nya, supaya mereka saling mengasihi, dan hasil dari doa-Nya untuk mereka sebelum Ia mati, supaya mereka menjadi satu. Kita mempunyai alasan untuk berpikir bahwa mereka terbagi menjadi beberapa jemaat atau perhimpunan ibadah, sesuai tempat tinggal mereka, di bawah pimpinan gembala masing-masing. Meskipun demikian, hal ini tidak menimbulkan iri hati atau perasaan tidak enak, sebab mereka sehati dan sejiwa."

Bagi org Yahudi "Hati" adalah pusat kehidupan.

"Jiwa" merupakan sumber segala pikiran seseorang.

Artinya mereka sepikiran dan seperasaan. Meski dalam pelbagai perbedaan.

Apa yg bisa menyatukan org sebanyak itu? 

Kematian dan kebangkitan Kristuslah yg menyatukan mereka (konsep penyatuan/unification).

Hasilnya adalah mereka tdk lagi mengutamakan kepentingan masing-masing, pribadi maupun kelompok, melainkan mengutamakan org lain.

Pandangan mereka sama-sama tertuju kpd Kristus.

Saya agak tersinggung dgn sebuah tulisan di BBM seorg teman. Bagaimana tidak, tulisan itu berbunyi, "korek api punya kepala tapi tidak punya otak, sehingga pada saat terjadi gesekan kecil langsung menyala. Manusia punya kepala dan punya otak, seharusnya gesekan kecil tdk akan membuatnya menyala."

Bersatu bukanlah berarti harus selalu sama. Dalam setiap komunitas, pastilah terdapat berbagai macam perbedaan, bahkan tak jarang terjadi perselisihan. Namun demikian janganlah kesatuan kita rusak hanya karena gesekan-gesekan kecil.

Tetaplah sehati sepikir. Orang percaya telah disatukan oleh Kristus. Melalui kematianNya di Kalvari.

Indikatif: secara posisi OP satu dlm Kristus.

Namun juga...

Imperatif: OP harus mengupayakan kesatuan

Secara posisi kita satu, namun kesatuan itu haruslah terus diupayakan. 

Kedua, Berbagi.

Nats ini menceritakan bahwa ada orang-orang yg menjual tanah mereka dalam terjemahan lain mereka disebut "posessor of lands and houses" = para tuan tanah. Mungkin mereka adalah para pengusaha property.

Salah satunya adalah Yusuf Barnabas.

Catatan ini membuat beberapa org menyimpulkan bahwa org Kristen itu  mendukung komunisme Marxis. 

Nah, Ada klausa yg penting utk diperhatikan dlm ayat 32b, yakni "dan tidak seorangpun berkata..." 

Ini mengekpresikan wacana, "tdk seorangpun berkata, apa yg aku punya hanyalah milikku sendiri," atau "tdk seorgpun berkata, segala sesuatu hanya untukku."

Tindakan mereka dilakukan secara pribadi karena merasa bahwa persoalan sesama OP adlh persoalannya jg.

Mereka menjual & memberi karena menyadari kesatuan mereka dgn org percaya lainnya, namun juga karena kebutuhan. 

Tindakan OP mula-mula ini menunjukan 1) hati mereka yg terpaut pada kekekalan bukan pada harta benda dan 2) hati yg peduli thd sesama.

Bakankah Kristus dalam Flp. 2:6 dikatakan....

Kristus rela turun tahta demi kepentingan kita, yaitu keselamatan.

Ini dapat menjadi alasan utama bagi kita utk dapat berbagi.

Banyak kali kita ingin memberi namun bukan karena pandangan kita terfokus pada Kristus dan kepedulian terhadap sesama namun justru pada diri sndiri. Itulah yang disebut egosentris.

Bukankah seringkali kita menganggap bhw yg namax milik saya selalu harus untuk kepentingan saya.

Jika engkau telah menerima kebesaran kasih Kristus itu, Berbagilah.

Ketiga, Bersaksi dgn Kuasa.

Bagian yang merupakan kesimpulan pasal ini, Lukas juga menuliskan bahwa, para rasul bersaksi dengan kuasa yg besar.

Sebenarx bukan hanya para rasul yg bersaksi, semua jemaatpun bersaksi. Ini terlihat pada kisah selanjutnya, beberapa orang "awam"pun bersaksi dengan penuh semangat. Mereka bahkan rela mati demi menyaksikan Kristus.

Istilah kesaksian ada dua:

Musterion & marturion

Musterion = misteri

Marturion = martir (mengandung unsur pengorbanan)

Teks ini menggunakan kata "marturion."

Bersaksi itu hargax sangat mahal, bisa jadi nyawa menjadi taruhannya. Tetapi mereka tetap melakukannya dgn penuh semangat.

Kuasa: dapat berarti semangat, hasil... Yg pasti itu merupakan karya Roh Kudus.

Yerusalem adalah tmpat yg paling kejam thd OP waktu itu (ingat pembunuhan Stefanus?), namun Injil tersebar dgn sngat cepat.

Org percaya bersaksi dan terjadi multiplikasi secara sangat signifikan.

Roh Kuduslah yg memungkinkan hal itu terjadi.

Di Lobukpining, 18 km dari Tarutung arah ke Sibolga, Sumatera Utara, terdapat sebuah tugu peringatan mengenai Misionaris Layman dan Munson yang mati di tempat itu pada tahun 1834. Menurut buku yang diterbitkan di Jerman, misionaris itu dibunuh karena mereka secara tidak sengaja menyebabkan kematian ipar kepala kampung dengan suatu tembakan saat sedang berburu rusa.Dalam tugu itu pernah ditulis kata-kata ini: “Ermordet und aufgegessen” atau “dibunuh dan dimakan”, tapi kemudian tulisan itu diubah dengan: “The blood of the Martyr is the seed of religion” (darah martir menjadi bibit dari agama) yang dituliskan oleh orang Indonesia pada tahun 1940. Kematian kedua orang misionaris itu tidak menutup perkembangan Injil, karena setelah Layman dan Munson dibunuh, datanglah gelombang misionaris lainnya ke tempat itu. Nomensen yang mendengar berita kematian itu bertekad datang ke Sumatera, dan oleh pengabdiannya bertahun-tahun lamanya, ia dapat memenangkan Sumatera Utara bagi Yesus Kristus, sehingga ia pun dinamakan sebagai “Rasul Tanah Batak”.(B. Malingkas) ]

Kita dapat mengenal Kristus berkat aksi pekabaran Injil. Itulah sebabnya kita "berhutang injil kepada dunia."

Masih ingatkah kita dgn Amanat Agung Tuhan Yesus?

Apakah kita sudah menyaksikan keselamatan dalam Kristus itu kepada mereka yg terhilang?

Bagaimana dgn rekan mu di Kantor? Bagaimana dgn rekan bisnismu? Bagaimana dgn tetangga sebelah rumah? Pembantu RT kita? Sepupu? Kakak? Adik? Ortu? Anak2? Suami atau istri Sdr?

Persoalan hari-hari ini sbnrx bukanlah soal tantangan dr luar yg trlalu besar, tapi persoalan dr dlm diri kita sendiri, mau atau tdk?

Ketika Tuhan bertanya, siapakah yg akan Aku utus, Adakah kita berkata "ini aku, utuslah."

Amin

No comments:

Post a Comment