Persahabatan
adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung
antara dua atau lebih entitas sosial. Persahabatan menggambarkan suatu hubungan
yang melibatkan pengetahuan,
penghargaan,
afeksi dan perasaan.
Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan
satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme, yakni perhatian terhadap kesejahteraan orang lain
melebihi diri sendiri.[1]
Oh, betapa indah dan idealnya pesahabatan
itu. Sungguh nyaman rasanya jika kita sesama anak bangsa, di negeri yang kaya
dengan dengan keberagaman ini menjalin persahabatan satu dengan lainnya. Di
sinilah kita akan tumbuh semakin besar dan kokoh. Kita akan sanggup menghadapi
berbagai halang-rintang dalam pembangunan negeri. Itu pasti!
Sayangnya, angan tentang persahabatan itu
seketika dihentikan oleh frase yang mengekor di belakang kalimat tema natal
2019 ini. Frase apakah itu? Ya, frase “bagi semua orang.” Tiga kata yang dapat
saja membatalkan semua angan kita, tentang hubungan ideal antar sesama penghuni
bumi yang fana ini. Sebab menjadi sahabat memang indah, memang ideal, tetapi
“bagi semua orang?” Hal yang demikian rasanya hampir mustahil. Pahit &
getir rasanya, ketika berhadapan dengan realita. Bahkan Sidharta Gautama, seorang
pemuka Agama itu berkata, “Dengan orang-orang
bodoh, tidak ada persahabatan. Lebih baik seseorang hidup sendiri daripada
hidup dengan para lelaki egois, angkuh, pemberontak, dan kepala batu.”[2] Siapakah
yang rela bersahabat dengan orang yang mempersekusi diri atau kelompoknya?
Siapakah yang akan melapangkan hati terhadap para penganiaya, panghujat, bahkan
pemfitnahnya? Maka seorang manusia, dalam keterbatasan naturnya akan menjawab,
“tak seorangpun. Akupun tidak!”
[video]
Memang, tidak ada
yang akan rela menjadikan orang jahat sebagai sahabat. Menjadi sahabat bagi
orang-orang yang baik, aku rela, tetapi bagi orang kejam? Namun sesungguhnya,
orang Kristen tidak punya pilihan. Mereka harus meneladani Tuhan dan Raja
mereka, Yesus Kristus, Putera Natal itu,
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan
diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia. 8 Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib. (Flp. 2:6-8)
Yesus Kristus, yang oleh-Nya, Allah mendamaikan diri-Nya dengan
orang-orang berdosa (2 Kor. 5:19). itupun berkata, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan
berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (Mat. 5:44).” Benarkan? orang Kristen tidak punya pilihan. Selain menjadi sahabat bagi semua orang. Itulah yang
dikehendaki Tuannya.
Jadi,
sebagai orang Percaya, kita tidak akan mengarahkan pandangan kita ke kiri atau
kanan sembari bertanya “siapakah yang pantas beroleh kasih persahabatan dariku?”
Bukan! Bukan itu pertanyaannya, melainkan menengadah ke langit lalu bertanya,
“bagaimana aku sanggup menjadi sahabat bagi semua orang?”. Hanya itu pilihan
kita.
Apakah
ini mustahil? Tentu saja tidak. Kita percaya berita Natal itu, kita percaya
Firman-Nya, “sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37).” Firman-Nya
membimbing kita untuk menyanggupinya. Demikianlah kita harus tinggal di dalam
Yesus (Yoh. 15:4); membiarkan Bapa membersihkan kita dari segala hal yang tidak
berguna (Yoh. 15:2); dan terus berserah kepada Roh Kudus (Yoh. 15:26,27), sampai
kita mencapai tujuan Allah. Jadilah Sahabat Bagi Semua Orang.
Selamat Natal 2019
& Tahun Baru 2020.
Imanuel.
No comments:
Post a Comment