Search This Blog

Tuesday, December 31, 2019

Resolusi Tahun Baru: Antara PeDe & Parno

Shalom Bible Lovers.
Menurut  Nona Wiki, yang nama panjangnya adalah Wikipedia, "Sebuah studi pada tahun 2007 yang dilakukan oleh Richard Wiseman dari Universitas Bristol dengan melibatkan 3.000 responden menunjukkan bahwa 88% dari mereka yang memiliki resolusi Tahun Baru gagal mewujudkannya,[7] meskipun 52% dari responden yakin pada awalnya bahwa mereka akan berhasil mewujudkannya. 22% pria berhasil mewujudkan resolusi mereka saat mereka menenetapkan target (misalnya bertekad menurunkan berat badan satu pon dalam seminggu, bukannya hanya "menurunkan berat badan" saja), sedangkan 10% wanita berhasil mewujudkan resolusi mereka jika mendapat dukungan dari orang-orang terdekat.[8]"

Nah, dari hasil riset tersebut, ada dua hal yang menjadi alasan kesusksesan, 1) menetapkan target yang spesifik; 2) mendapat dukungan dari orang-orang terdekat. Dalam video ini saya akan mebagikan hal yang lebih penting dari pada tips untuk sukses mewujudkan resolusi tahun baru itu, demi masa depan Anda. 


Dalam waktu beberapa jam lagi kita akan meninggalkan tahun 2019 dan memasuki tahun 2020. Apa hal yang paling sering dilakukan orang dalam momen seperti ini? Ya, membuat resolusi tahun baru.

Masih info dari nona Wiki tadi, "Resolusi Tahun Baru adalah tradisi sekuler yang umumnya berlaku di Dunia Barat, tetapi juga bisa ditemukan di seluruh dunia. Menurut tradisi ini, seseorang akan berjanji untuk melakukan tindakan perbaikan diri yang akan dimulai pada Hari Tahun Baru.[1]" Adapun tradisi tersebut telah dimulai sejak zaman Babilonia kuno hingga kini. Bahkan tradisi serupa ini juga ada dalam agama Yahudi dan Katolik hanya motifnya yang berubah. Saya tentu tidak ingin "mengharamkan" resolusi tahun baru itu karena berasal dari budaya pagan.

Menurut saya resolusi tahun baru adalah hal yang baik untuk dilakukan, karena paling tidak hal itu dapat menjadi motivasi bagi seseorang. Begini, biasanya ada dua cara pandang orang dalam membuat resolusi tahun baru. Ini berhubungan dengan cara masing-masing menatap masa depannya. Di satu sisi ada orang yang terlalu percaya diri, sementara di sisi lain ada yang terlalu kuatir atau takut atau yang kata anak muda masa kini "parno." Sesungguhnya keduanya adalah bentuk ketidakpercayaan kepada Allah.

Ada fakta yang harus diingat tentang masa depan itu, yakni pertama, hal itu misteri dan kedua, manusia itu fana. Bagi manusia, masa depan itu sesungguhnya gelap dan setiap orang dapat saja meninggalkan dunia ini di saat yang tak diduganya. Tidak ada yang pasti selain kematian itu. Orang dapat saja membuat prediksi, entah berdasarkan perhitungan yang ilmiah atau juga mistis. Tetapi tetaplah semua itu hanya prediksi belaka. 

Itulah sebabnya Firman Tuhan berkata, 
"Yakobus 4:13-15 _Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."
"Amsal 19:20-21_Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhan-lah yang terlaksana.” 

Demikianlah peringatan bagi mereka yang melupakan misteri masa depan dan kefanaan.

Selanjutnya, bagi mereka yang dilanda kekuatiran terhadap masa depan, mari simak apa yang Alkitab katakan bagi Anda.
Matius 6:31-34 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” 

Matius 6:25-27   25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?  26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?  27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (lih. juga Luk. 12:22-23)
1 Petrus 5:7 “Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
 Amsal 24:14 “Ketahuilah, demikian hikmat untuk jiwamu: Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang.”
Filipi 4:6 “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”
Amsal 28:13 “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”

Matius 7:7-11 “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”
Saya harap Anda tidak meragukan firman Tuhan ini. Sebab memang masa depan itu misteri, kita belum pernah kesana, dan tak seorang pun yang pernah datang dari sana membawa kabar kita di masa depan. Bisa saja ada kesuksesan dan kebahagiaan besar yang kita dapatkan di sana, tetapi mungkin juga kemalangan. 

Tetapi percayalah bahwa Allah kita itu kekal. “Firman Allah kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.”” (Kel 3:14). Yesus Kristus, sebagai wujud Allah, juga menegaskan keilahian dan kekekalan-Nya dengan mengatakan, “sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” (Yoh 8:58). Teks Terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani, Septuaginta menunjukan kesetaraan kedua pengakuan di atas, keduanya menggunakan kata ego eimi artinya AKU ADA. Dari bahasa Ibrani ehyeh asyer ehyeh (trans. interlinier), "Aku adalah Aku ada." Bukankah Yesus berkata, "Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir (Why. 22:13)."

Yohanes oleh ilham Roh Kudus menulis: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yoh 1:1). Paulus dalam Roma 1:20 berkata, "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." Dan masih banyak nats lagi tentang kekekalan Allah ini.

Poin saya di sini ialah, jika Alkitab menyatakan bahwa Tuhan kita itu kekal, maka segala sesuatu yang terjadi di dalam rentang waktu ini, sejak hari dimulainya hingga hari Dia menghentikannya, terlihat secara jelas oleh-Nya. Sementara kita harap-harap cemas terhadap masa depan, Tuhan telah melihat semua. Tidak ada yang misteri bagi-Nya. Lalu apakah hubungan paparan ini dengan sukses mewujudkan resolusi tahun baru? Tentu saja kebergantungan mutlak kepada Allah yang kekal adalah kunci utama. Resolusi kita haruslah searah dengan rancangan dan tujuan Allah bagi kita. Demikianlah kita tidak akan tenggelam dalam kekuatiran dan sebaliknya terjerat oleh kecongkakan.
Selamat Tahun Baru 2020 sahabat.
Solideo Gloria.

Friday, December 13, 2019

Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang | Pahit Getirnya Tema Natal Tahun Ini (2019)


Persahabatan adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Persahabatan menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan, afeksi dan perasaan. Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme, yakni perhatian terhadap kesejahteraan orang lain melebihi diri sendiri.[1]

                  Oh, betapa indah dan idealnya pesahabatan itu. Sungguh nyaman rasanya jika kita sesama anak bangsa, di negeri yang kaya dengan dengan keberagaman ini menjalin persahabatan satu dengan lainnya. Di sinilah kita akan tumbuh semakin besar dan kokoh. Kita akan sanggup menghadapi berbagai halang-rintang dalam pembangunan negeri. Itu pasti!

                  Sayangnya, angan tentang persahabatan itu seketika dihentikan oleh frase yang mengekor di belakang kalimat tema natal 2019 ini. Frase apakah itu? Ya, frase “bagi semua orang.” Tiga kata yang dapat saja membatalkan semua angan kita, tentang hubungan ideal antar sesama penghuni bumi yang fana ini. Sebab menjadi sahabat memang indah, memang ideal, tetapi “bagi semua orang?” Hal yang demikian rasanya hampir mustahil. Pahit & getir rasanya, ketika berhadapan dengan realita. Bahkan Sidharta Gautama, seorang pemuka Agama itu berkata, Dengan orang-orang bodoh, tidak ada persahabatan. Lebih baik seseorang hidup sendiri daripada hidup dengan para lelaki egois, angkuh, pemberontak, dan kepala batu.[2] Siapakah yang rela bersahabat dengan orang yang mempersekusi diri atau kelompoknya? Siapakah yang akan melapangkan hati terhadap para penganiaya, panghujat, bahkan pemfitnahnya? Maka seorang manusia, dalam keterbatasan naturnya akan menjawab, “tak seorangpun. Akupun tidak!”
[video]
                  Memang, tidak ada yang akan rela menjadikan orang jahat sebagai sahabat. Menjadi sahabat bagi orang-orang yang baik, aku rela, tetapi bagi orang kejam? Namun sesungguhnya, orang Kristen tidak punya pilihan. Mereka harus meneladani Tuhan dan Raja mereka, Yesus Kristus, Putera Natal itu,

yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,  7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.  8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Flp. 2:6-8)

Yesus Kristus, yang oleh-Nya, Allah mendamaikan diri-Nya dengan orang-orang berdosa (2 Kor. 5:19). itupun berkata, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (Mat. 5:44).” Benarkan? orang Kristen tidak punya pilihan. Selain menjadi sahabat bagi semua orang. Itulah yang dikehendaki Tuannya.

                  Jadi, sebagai orang Percaya, kita tidak akan mengarahkan pandangan kita ke kiri atau kanan sembari bertanya “siapakah yang pantas beroleh kasih persahabatan dariku?” Bukan! Bukan itu pertanyaannya, melainkan menengadah ke langit lalu bertanya, “bagaimana aku sanggup menjadi sahabat bagi semua orang?”. Hanya itu pilihan kita.

                  Apakah ini mustahil? Tentu saja tidak. Kita percaya berita Natal itu, kita percaya Firman-Nya, “sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37).” Firman-Nya membimbing kita untuk menyanggupinya. Demikianlah kita harus tinggal di dalam Yesus (Yoh. 15:4); membiarkan Bapa membersihkan kita dari segala hal yang tidak berguna (Yoh. 15:2); dan terus berserah kepada Roh Kudus (Yoh. 15:26,27), sampai kita mencapai tujuan Allah. Jadilah Sahabat Bagi Semua Orang.

Selamat Natal 2019 & Tahun Baru 2020.
Imanuel.


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Persahabatan
[2] https://jagokata.com/kata-bijak/kata-persahabatan.html?page=2